Mungkin nama Riyanto tidak seharum Jendral bintang 5 bukan HABIB Atau Kyai Haji Hanya anggota Banser NU yang " KEBETULAN " menjaga misa natal tahun 2000 Namun keberanian dan pengorbanan harusnya jadi acuan buat kita yang waras!
Di akhir tahun 2000 terjadi peristiwa yang menggemparkan bukan hanya bagi warga Mojokerto, namun juga bagi Indonesia. Bom meledak di Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada malam Natal.
Banyak korban berjatuhan, dan yang paling menyita perhatian adalah Riyanto. Pria berusia 25 tahun itu meninggal di tempat kejadian dengan kondisi jenasah yang sangat mengenaskan. Namun bukan karena kondisi tubuhnya yang jadi bahan pembicaraan orang, tapi statusnya yang sebagai anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang banyak menyita perhatian.
Pada malam Natal tahun 2000. Riyanto, 25 tahun, satu dari empat orang Banser NU yang dikirim GP Ansor Mojokerto untuk menjaga perayaan Natal di gereja Eben Haezer, Mojokerto. Lelaki kelahiran Kediri, 23 November 1975 itu ditugaskan oleh GP Ansor Mojokerto untuk serta mengamankan perayaan malam Natal.
Semula, Misa Malam Natal itu berlangsung dengan khusyuk seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi ternyata hanya berlangsung separuh jalan. Sekitar pukul 20.30 WIB, seorang jemaat menaruh curiga pada sebuah bingkisan yang tergeletak tak bertuan di depan pintu masuk gereja.Riyanto pun memberanikan diri membuka bingkisan itu. Ia membongkar kantong plastik hitam itu di hadapan petugas pengamanan gereja Eben Haezer lainnya, termasuk seorang polisi Polsek setempat. Di dalamnya tampak menjulur sepasang kabel. Tiba-tiba muncul percikan api. Riyanto langsung berteriak sigap, “Tiaraaaapp!” dan kemudian terjadi kepanikan dalam Gereja.
Riyanto segera keluar ruangan dan melemparkan bungkusan bom itu ke tong sampah, namun terpental. Ia kemudian berinisiatif mengamankan bom dengan memungut kembali untuk dilemparkan ke tempat yang lebih jauh lagi dari jemaat. Namun, Allah SWT berkehendak lain, bom mendadak meledak dalam pelukan Riyanto sebelum sempat dilempar.Tubuh pria itu terpental, berhamburan. Sekitar 3 jam kemudian, sisa-sisa tubuh Riyanto baru ditemukan di sebelah utara kompleks gereja, sekitar 100 meter dari pusat ledakan. Jari dan wajahnya hancur, Riyanto pun meninggal seketika.
Bom ini tanpaknya tidak main-main. Ledakannya membuat roboh pagar tembok di seberang gereja. Bahkan kaca-kaca lemari dan etalase Studio Kartini yang tepat di depan gereja Eben Haezer hancur semua. Ledakan ini bukan satu-satunya. Pada saat yang hampir sama, beberapa gereja yang lain juga terkena bom dan menelan korban jiwa.
Pria Muslim yang lahir dari pasangan Sukarnim dan Katinem ini banyak dipuji orang. Seorang Muslim sejati yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan orang lain yang sedang merayakan natal. Gus Dur pernah berujar, “Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya.”
Kini, setelah 20 tahun peristiwa itu berselang, nama Riyanto hampir tidak pernah disebut, apalagi untuk diteladani semangat perjuangan dan rasa kemanusiaan Riyanto. Sungguh hal ini sangat ironis, bila dibandingkan dengan keteguhan jiwa Riyanto yang muslim, mau mengorbankan jiwa dan raganya untuk menyelamatkan ratusan nyawa jemaat gereja Eben Haezer.
Di tengah banyaknya aksi kekerasan mengatasnamakan agama seperti yang belakangan ini sering terjadi, sosok dan pengorbanan Riyanto, patut menjadi teladan bagi kita semua, tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaan, suku, ras maupun golongan.
Untuk menghargai pengorbanan Riyanto, pada tahun 2008 nama Riyanto dijadikan nama program beasiswa oleh The Wahid Institute. Tidak hanya itu, nama Riyanto juga dijadikan nama salah satu jalan di Prajurit Kulon Mojokerto.
Semoga Amal Ibadah Almarhum diterima di sisi Allah SWT.. aamin.
Penulis = Beny Rusmawan