Foto : Silondongan |
Sabung ayam di Toraja kerap di anggap sebagai ritual menjalankan adat Silondongan, oleh sebab itu pendapat demi pendapat kian menghiasi sosial media terutama facebook.
Lalu apa sebenarnya makna dari silondongan toraya dan apa kaitannya dengan sabung Ayam, simak berikut ini penjelasannya.
Sabung ayam dalam masyarakat adat Toraja didukung oleh mitos. Menurut mitos tersebut, sabung ayam itu bermula di langit. Di langit di kalangan para penghuni langit dikenal peradilan yang disebut "Tarian Pitu", artinya 7 macam cara mengadili orang-orang yang bersalah.
Kemudian adat ini turun ke bumi di bawa oleh manusia, lalu di lembagakan. Pada peradilan "Silondongan" pihak-pihak yang berselisih menyediakan ayam jantan yg akan mewakili mereka dalam perkelahian.
Maka "Silondongan" berarti perkelahian antar 2 ekor ayam jantan yg pada kakinya di pasang taji. Seterusnya ayam siapa yang menang maka itulah yg memenangkan perkara dan pihak yg kalah harus menerima kekalahan itu dengan "jantan". Darisitulah maka ayam jantan juga dipakai sebagai lambang hukum dan peradilan di Toraja.
Dalam kalangan masyarakat adat Toraja dikenal tiga peranan dan fungsi ayam jantan, yaitu :
1. Sebagai penegak keadilan melalui silondongan.
2. Kokok ayam jantan pada waktu malam dijadikan penentu waktu bagi manusia (manarang ussuka' bongi).
3. Sebagai lambang patriotik seorang pemimpin/pahlawan yang berjuang dengan jujur dan berani.
Silondongan diyakini oleh orang Toraja sebagai permainan yg jujur, adil dan patriotik. Dalam perkembangan sejarah masyarakat Toraja selanjutnya, maka "Silondongan" dikaitkan dengan perang pahlawan-pahlawan Toraja yg terkenal dengan gelar: "To Pada Tindo To Misa' Pangimpi" mereka yg bersatu melawan orang Bone dibawah pemerintahan Arung Palakka' waktu itu (Abad 16).
Waktu semakin berjalan "Silondongan" mulailah dipikirkan untuk dipakai sebagai sarana pengumpulan dana, bantuan untuk membantu membiayai pemakaman dan upah bagi petugas upacara (To untoe Aluk) pada upacara pemakaman. Jadi uang taruhan itu dikumpulkan dengan dimasukkan kedalam sepotong bambu yg di potong memancung (disembang), maka mulailah waktu itu "Silondongan" disebut "Sembangan Suke Baratu" (Suke = Sepotong Bambu, Baratu = dana).
Waktu semakin berlalu entah karena lupa, entah karena dilupakan atau karena orang tidak lagi mau disumbang karena merasa sudah mampu, maka hasil taruhan itu diambil oleh pemilik ayam yg menang. Mulai saat itu "Silondongan" menjadi judi. Jika ingin melakukan "Sembangan Suke Baratu" atau "Silondongan" maka harus meminta izin kepada Pemerintah, maka itu disebut "Paramisi dari kata Permisi".
Kurre sumanga' jika ada yang salah diluruskan.